Arsip Blog
JANGAN LEWATKAN
KABAR GEMBIRA
ADA YANG MENARIK DI SINI
Jumat, 20 Juli 2012
Sabtu, 07 Juli 2012
UKURAN MEJA PING PONG
UKURAN MEJA PING PONG
Ini adalah ukuran meja / lapangan tennis meja sesuai dengan standart internasional .A. Meja Tenis Meja
- Panjang = 274 cm
- Lebar = 152,5 cm
- Tebal garis sisi = 2 cm ( warna garis putih )
- Tinggi meja dari lantai lapangan = 76 cm
- Luas = 4,1785 meter persegi
- warna meja : Hijau atau Biru
B. Net
- Panjang = 183 cm
- Lebar / Tinggi Net = 15,25 cm
- Jarak Meja dengan Tiang net = 15,25 cm
C. Bola
- 40 mm
- warna : kuning / putih
Permainan
- 4 set kemenangan
- Tiap set nilai game = 11 point
- 2 ( dua ) servis
Cara Menghilangkan GENUINE Windows XP
Cara Menghilangkan GENUINE Windows XP
1. Buka Task Manager dengan Ctrl+Alt+Del
2. Klick tab processes cari “wgatray.exe” (klick kanan end proces)
3. Restart/reboot komputer dan masuklah ke dalam safe mode (dg cara tekan f8 pada saat booting)
4. Pada safe mode, buka registry editor atau regedit melalui menu start Run. Ketik regedit kemudian enter
5. Pada regedit, carilah HKEY_LOCAL_MACHINE\SOFTWARE microsoft\windowsNT\CurrentVersion\WinlogonNotify,
6. Hapus folder/directory “WGALOGON”
6. Restart komputer anda
masuk normal windows
Hapus file di bawah ini
7. C:WINDOW/Ssystem32/WgaLogon.dll
8. C: WINDOW/Ssystem32/WgaTray.exe
9. C:WINDOW/Ssystem32/Legit/CheckControl.dll
Supaya tidak kena black list lagi, matikan update automatic nya
Cara Menghitung Hasil Penelitian dengan SPSS
Sebelum hasil penelitian dimasukkan ke program SPSS
sebaiknya ditabulasi dulu ke dalam format Ms Excel sesuai dengan item pada
Kuisioner. Hasil sebaiknya dimasukkan dalam bentuk kode sesuai dengan koding
yang dibuat dalam proposal penelitian contoh untuk jenis kelamin laki-laki kode
1, perempuan kodenya = 2, maka yang dimasukkan cukup kodenya saja untuk
masing-masing responden demikian juga untuk item yang lain seperti: pendidikan,
pekerjaan, agama, dan data khusus hasil penelitian: tingkat pengetahuan, tingkat
kepadatan penduduk, dan lain-lain, setelah itu hasil tabulasi dalam format
excel dicopy ke dalam program SPSS. Apabila anda mengalami kesulitan
dan membutuhkan bantuan menghitung hasil penelitian dengan menggunakan
progrram SPSS, kami siap membantu, caranya kirim hasil tabulasi anda dalam
format ms.excel ke email kami, jangan lupa judul , uji korelasi yg digunakan
dan desain penelitiannya juga dicantumkan, hasil analisa hitungannya akan kami
kirim ke email anda.
Rabu, 27 Juni 2012
SKRIPSI DIARE
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan
penyakit, utamanya penyakit infeksi (Notoatmodjo S, 2004). Salah satu penyakit
infeksi pada balita adalah diare dan ISPA. Diare lebih dominan menyerang balita
karena daya tahan tubuh balita yang masih lemah sehingga balita sangat rentan
terhadap penyebaran virus penyebab diare. Diare merupakan salah satu penyebab
angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama pada balita. Menurut
Parashar tahun 2007, di dunia terdapat 6 juta balita yang meninggal tiap
tahunnya karena penyakit diare. Dimana sebagian kematian tersebut terjadi di
negara berkembang termasuk Indonesia
(Depkes RI,
2007).
Hal yang bisa menyebabkan balita
mudah terserang penyakit diare adalah perilaku hidup masyarakat yang kurang baik
dan keadaan lingkungan yang buruk. Diare dapat berakibat fatal apabila tidak
ditangani secara serius karena tubuh balita sebagian besar terdiri dari air,
sehingga bila terjadi diare sangat mudah terkena dehidrasi (Depkes, 2010).
Penyakit diare adalah penyakit yang
sangat berbahaya dan terjadi hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan
bisa menyerang seluruh kelompok usia baik laki – laki maupuun perempuan, tetapi
penyakit diare dengan tingkat dehidrasi berat dengan angka kematian paling tinggi
banyak terjadi pada bayi dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia
anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali per tahun dan hal ini yang menjadi
penyebab kematian sebesar 15-34% dari semua penyebab kematian (Depkes, 2010).
|
Jumlah kasus diare di Maju Jaya
tahun 2010 yaitu sebanyak 825.022 penderita, sedangkan jumlah kasus diare pada
balita yaitu sebanyak 269.483 penderita. Jumlah kasus diare pada balita setiap
tahunnya rata-rata di atas 32,66%, hal ini menunjukkan bahwa kasus diare pada
balita masih tetap tinggi dibandingkan golongan umur lainnya (Dinkes Maju Jaya,
2011). Kabupaten Sukolegowo merupakan salah satu dari 38 Kabupaten/Kota di
Provinsi Maju Jaya dengan angka kejadian diare pada balita tahun 2008 cukup
tinggi yaitu sebanyak 2.035 kasus, (Dinkes Sukolegowo, 2009). Pada tahun 2009
sebanyak 1.979 kasus dan pada tahun 2010 sebanyak 5.116 kasus, (Dinkes Sukolegowo, 2011)
Kabupaten Sukolegowo terbagi menjadi 19
kecamatan dan salah satunya adalah Kecamatan Sumber Jadi. Berdasarkan data dari
Puskesmas Sumber Jadi penderita diare pada tahun 2008 sebanyak 524 penderita
dan diare pada balita sebanyak 301 penderita. Pada tahun 2009 sebanyak 642 penderita
dengan jumlah diare pada balita sebanyak 344 penderita. Pada tahun 2010
sebanyak 783 penderita, jumlah penderita diare balita tahun 2010 sebanyak 387
penderita. Desa Sukomakmur, Kecamatan Sumber Jadi, Kabupaten Sukolegowo adalah
Desa dengan jumlah Balita terbanyak di Kecamatan Sumber Jadi yaitu sebanyak 231
Balita dengan angka kejadian diare pada tahun 2010 sebanyak 54 kasus (Puskesmas
Sumber Jadi, 2011).
Berdasarkan hasil survey PHBS yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan kabupaten Sukolegowo
bersama dengan Puskesmas Sumber Jadi di Desa Sukomakmur, Kecamatan Sumber Jadi,
Kabupaten Sukolegowo pada bulan Oktober 2010 didapatkan hasil sebagai berikut 63% termasuk kriteria sehat dan sisanya
sebanyak 37% masuk kriteria tidak sehat. Berdasar pada angka hasil survey PHBS
tersebut ternyata masih ada sebagian dari penduduk yang masuk kriteria tidak
sehat sehingga dimungkinkan bisa menjadi penyebab tingginya angka kejadian
diare di desa tersebut.
Faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya diare
adalah lingkungan, praktik penyapihan
yang buruk dan malnutrisi. Diare dapat menyebar melalui praktik-praktik yang
tidak higienis seperti menyiapkan makanan dengan tangan yang belum dicuci,
setelah buang air besar atau membersihkan tinja seorang anak serta membiarkan
seorang anak bermain di daerah dimana ada tinja yang terkontaminasi bakteri
penyebab diare (Depkes, 2010).
Perilaku ibu dalam menjaga kebersihan dan mengolah makanan
sangat dipengaruhi oleh pengetahuan
tentang cara pengolahan dan penyiapan makanan yang sehat dan bersih.
Pengetahuan dan kesadaran orang tua terhadap masalah kesehatan balitanya tentu
sangat penting agar anak selalu dalam keadaan sehat dan terhindar dari berbagai
penyakit, sedangkan yang mengalami diare tidak jatuh pada kondisi yang lebih
buruk. Sebagian besar angka kematian diare ini diduga karena kurangnya
pengetahauan masyarakat terutama ibu, mengenai upaya pencegahan dan
penanggulangan diare (Wijaya, 2002).
Kurangnya pengetahuan bisa mempengaruhi
perilaku seseorang termasuk perilaku di bidang kesehatan sehingga bisa menjadi
penyebab tingginya angka penyebaran suatu penyakit termasuk penyakit diare yang
mempunyai resiko penularan dan penyebaran cukup tinggi. Penyakit diare yang
merupakan penyakit berbasis lingkungan juga dipengaruhi oleh keadaan kebersihan
baik perorangan (personal hygiene) maupun kebersihan lingkungan perumahan,
sanitasi yang baik dan memenuhi syarat kesehatan serta didukung oleh personal
hygiene yang baik akan bisa mengurangi resiko munculnya suatu penyakit termasuk
diantaranya penyakit diare. Personal hygiene dan sanitasi lingkungan perumahan
yang baik bisa terwujud apabila didukung oleh perilaku masyarakat yang baik
atau perilaku yang mendukung terhadap program-program pembangunan kesehatan
termasuk program pemberantasan dan program penanggulangan penyakit diare.
Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan
kejadian diare yaitu tidak memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja,
kekurangan sarana kebersihan, pembuangan tinja yang tidak higienis, kebersihan
perorangan dan lingkungan yang jelek, serta pengolahan dan penyimpanan makanan
yang tidak semestinya. Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung
dapat menjadi faktor pendorong terjadinya diare, terdiri dari faktor agent penjamu,
lingkungan dan perilaku. Faktor penjamu yang menyebabkan meningkatnya
kerentanan terhadap diare, diantaranya tidak memberikan ASI selama 2 tahun,
kurang gizi, penyakit campak, dan imunodefisiensi. Faktor lingkungan yang paling
dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor
ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor
lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan
perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka penularan diare dengan mudah dapat
terjadi (Depkes, 2005).
Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat diare,
pemerintah melalui Dinas Kesehatan melakukan beberapa upaya : 1) Meningkatkan
kwalitas dan kwantitas tatalaksana diare melalui pendekatan Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) dan pelaksanaan Pojok Oralit, 2) Mengupayakan tatalaksana
penderita diare di rumah tangga secara tepat dan benar, 3) Meningkatkan upaya
pencegahan melalui kegiatan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), 4)
Meningkatkan sanitasi lingkungan, 5) Meningkatkan kewaspadaan dini dan
penanggulangan kejadian luar biasa diare (DepKes RI, 2000). Upaya pencegahan
diare meliputi : memberikan ASI, memperbaiki makanan pendamping ASI,
menggunakan air bersih yang cukup, mencuci tangan, menggunakan jamban, membuang
tinja bayi dengan benar dan memberikan imunisasi campak karena pemberian
imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare yang lebih berat (Depkes, 2010).
Puskesmas Sumber Jadi melalui Program
Pemberantasan Penyakit Menular, secara intensif terus berupaya untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat termasuk di dalamnya program
penanggulangan penyakit diare baik secara promotif, preventif maupun kuratif.
Kegiatan yang telah dan selalu dilaksanakan adalah penyuluhan tentang penyakit
diare di berbagai kelompok masyarakat, baik melalui kegiatan Posyandu,
pertemuan Kader, kelompok arisan dan kegiatan-kegiatan masyarakat yang lain
baik yang bersifat formal maupun non formal, di samping itu kegiatan kuratif
juga dilaksanakan dengan fasilitas Puskesmas rawat inap dan UGD Puskesmas yang
buka 24 Jam semua ini dengan tujuan untuk memberikan pelayanan yang terbaik
pada masyarakat, termasuk sebagai bentuk kesiapan apabila terjadi kasus luar
biasa (KLB) termasuk mengantisipasi apabila terjadi KLB penyakit diare.
Berdasarkan uraian di
atas maka penulis merasa perlu untuk mengadakan penelitian mengenai hubungan pengetahuan
dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita di
Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.
1.2. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan pengetahuan dan
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita di Desa
Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo ?
1.3.
Tujuan
1.3.1.
Tujuan
umum
Tujuan umum dalam penelitian ini
adalah: mengetahui hubungan pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan
kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.
1.3.2.
Tujuan
khusus.
1) Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang
penyakit diare.
2) Mengidentifikasi perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS).
3)
Mengidentifikasi
kejadian diare pada balita.
4) Menganalisis hubungan pengetahuan dengan
kejadian diare pada balita.
5) Menganalisis perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita.
1.4.
Manfaat Penelitian
Penelitian
ini diharapkan bisa bermanfaat khususnya bagi peneliti dan
fihak-fihak terkait baik secara teoritis maupun praktis.
1.4.1. Manfaat secara teoritis
1) Sebagai salah satu sumber
informasi tentang hubungan antara pengetahuan dan Perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS) dengan kejadian dan upaya pencegahan penyakit diare pada balita.
2) Sebagai pengembangan dari ilmu
keperawatan khususnya keperawatan komunitas tentang hubungan pengetahuan dan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita, upaya
pencegahan dan penanggulangan penyakit diare.
1.4.2. Manfaat secara praktis
1)
Bagi Instansi terkait (Puskesmas dan Dinas
Kesehatan)
a.
Memberikan masukan dalam membuat kebijakan untuk
neningkatkan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat khususnya dalam
mengatasi masalah diare.
b.
Sebagai masukan dalam merencanakan program untuk upaya
pencegahan penyakit diare di masyarakat.
2) Bagi masyarakat / keluarga
Menimbulkan
kesadaran pada keluarga atau masyarakat akan pentingnya upaya pencegahan penyakit
diare, serta kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan baik secara
mandiri maupun dengan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia.
1.5. Relevansi
Pengetahuan masyarakat tentang penyakit
diare merupakan salah satu komponen yang sangat penting untuk mengatasi masalah
diare di masyarakat, pengetahuan akan sangat berpengaruh dalam pembentukan
sikap dan perilaku, semakin baik pengetahuan seseorang maka akan semakin
positif sikap seseorang sehingga perilaku yang unsur-unsurnya sangat
dipengaruhi oleh sikap akan semakin positif pula .
Pelaksanaan kegiatan dalam
pencegahan penyakit diare melalui program pemberantasan penyakit menular secara
rutin harus selalu dilaksanakan khususnya secara preventif atau pencegahan melalui
penyuluhan di berbagai kelompok masyarakat baik kelompok formal maupun non
formal, sehingga upaya yang selama ini yang terus digalakkan oleh Pemerintah
bisa mendapatkan hasil sesuai dengan harapan semua fihak. Balita yang merupakan
kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit memerlukan perhatian yang
lebih supaya kasus-kasus diare pada balita bisa dikurangi atau diatasi sehingga
angka kesakitan dan angka kematian akibat penyakit diare pada balita bisa
diatasi. Program pencegahan penyakit diare untuk bisa tercapai hasilnya
diperlukan kerja sama yang baik antara masyarakat dan petugas kesehatan. Sehingga sangat diperlukan untuk mengetahui
hubungan pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian
diare pada balita sehingga dalam pelaksanaan program pencegahan penyakit diare dapat
terwujud.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Konsep Penyakit Diare
2.1.1.
Definisi
penyakit
diare
Diare adalah buang air besar lembek atau cair
dapat berupa air saja yang frekwensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga
kali atau lebih dalam sehari) (Depkes
RI, 2000). Sedangkan menurut
Widjaja (2002), diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari empat kali
sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak. Hingga kini diare masih
menjadi child killer (pembunuh anak-anak) peringkat pertama di Indonesia.
Semua kelompok usia diserang oleh diare, baik balita, anak-anak dan orang
dewasa. Menurut Depkes (2010) diare adalah suatu keadaan pengeluaran
tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan
peningkatan volume keenceran, serta frekwensi lebih dari 3 kali sehari pada
anak dan pada bayi lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah. Menurut
Mansjoer A (2003), diare adalah buang air besar dengan konsistensi encer atau
cair dan lebih dari 3 kali sehari. Diare menurut Ngastiyah (2005) adalah
keadaan frekwensi buang air besar lebih dari 4 kali sehari pada bayi dan lebih
dari 3 kali sehari pada anak, konsistensi faeces encer, dapat berwarna hijau
atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja.
2.1.2.
Etiologi
Menurut Widjaja (2002), diare disebabkan
oleh faktor infeksi, malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi), makanan dan
faktor psikologis.
1)
Faktor
infeksi
Infeksi pada saluran
pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak. Jenis-jenis infeksi yang
umumnya menyerang antara lain:
a)
Infeksi
oleh bakteri: Escherichia colin, Salmonella thyposa, Vibrio cholerae (kolera),
dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik seperti
pseudomonas. Infeksi basil (disentri),
b)
|
c) Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris
lumbricoides),
d) Infeksi jamur (Candida albicans).
e) Infeksi akibat organ lain, seperti
radang tonsil, bronchitis dan radang tenggorokan, dan
f)
Keracunan
makanan
2)
Faktor
malabsorpsi
Faktor malabsorpsi dibagi
menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan lemak. Malabsorpsi karbohidrat,
pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula dapat menyebabkan
diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam,
dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila dalam
makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan
kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus.
Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul
karena lemak tidak terserap dengan baik.
3)
Faktor
makanan
Makanan yang mengakibatkan
diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah
(sayuran) dan kurang matang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah
mengakibatkan diare pada anak dan balita.
4)
Faktor
psikologis
Rasa takut, cemas, dan
tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang
terjadi pada balita, umumnya terjadi pada anak yang lebih besar.
2.1.3.
Patofisiologi
Menurut Depkes (2010) proses
terjadinya diare dapat disebabkan
oleh berbagai kemungkinan, diantaranya:
1)
Faktor infeksi
Proses ini dapat diawali
adanya mikroba atau kuman yang masuk dalam saluran
pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang
dapat menurunkan daerah permukaan usus selanjutnya terjadi perubahan kapasitas
usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan dan
elektrolit atau juga dikatakan bakteri akan menyebabkan sistem transporaktif
dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan
dan elektrolit meningkat.
2)
Faktor malabsorbsi
Merupakan kegagalan
dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan
isi rongga usus sehingga terjadi diare.
3)
Faktor makanan
Dapat terjadi peningkatan peristaltik usus yang
mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian
menyebabkan diare.
4)
Faktor psikologis
Keadaan psikologis seseorang dapat mempengaruhi
kecepatan gerakan peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan
makanan yang dapat menyebabkan diare.
2.1.4.
Jenis
diare
Penyakit diare menurut Depkes RI (2000), berdasarkan jenisnya dibagi menjadi empat
yaitu :
1)
Diare
Akut
Diare akut
yaitu, diare
yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibatnya
adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi
penderita diare.
2)
Disentri
Disentri
yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinnya
komplikasi pada mukosa.
3)
Diare
persisten
Diare
persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus
menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.
4)
Diare
dengan masalah lain
Anak yang
menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga disertai dengan
penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.
2.1.5.
Tanda-tanda diare
Mula-mula pasien
cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau
tidak ada, tinja cair, warna tinja makin lama kehijau-hijauan karena bercampur
dengan empedu, anus dan daerah sekitar lecet, ubun-ubun cekung, berat badan
menurun, muntah, selaput lendir mulut dan kulit kering (Ngastiyah, 2005).
2.1.6.
Gejala
diare
Menurut Widjaja (2000), gejala-gejala
diare adalah sebagai berikut :
1)
Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah.
2) Suhu badan meningkat,
3) Tinja bayi encer, berlendir atau
berdarah
4) Warna tinja kehijauan akibat
bercampur dengan cairan empedu,
5) Lecet pada anus,
6) Gangguan
gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang,
7)
Muntah sebelum dan sesudah diare,
8) Hipoglikemia (penurunan kadar gula
darah),
9)
Dehidrasi (kekurangan cairan), dehidrasi ringan,
dehidrasi sedang, dehidrasi berat.
Sebelum anak dibawa ke tempat
fasilitas kesehatan untuk mengurangi resiko dehidrasi sebaiknya diberi oralit
terlebih dahulu, bila tidak tersedia
berikan cairan rumah tangga misalnya air tajin, kuah sayur, sari buah, air the,
air matang dan lain-lain.
2.1.7.
Epidemiologi
penyakit diare
Menurut Depkes RI (2005), epidemiologi
penyakit diare adalah sebagai berikut: Penyebaran kuman yang menyebabkan diare.
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain
melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan
tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan
meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI secara penuh
4-6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu yang kotor, menyimpan
makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci
tangan sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum
makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.
1) Faktor
pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden,
beberapa penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak
memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak, imunodefisiensi atau
imunosupresi dan secara proposional diare lebih banyak terjadi pada golongan
balita.
2)
Faktor
lingkungan dan
perilaku
Penyakit diare merupakan
salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu
sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi
dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar
kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu
melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.
2.1.8.
Pencegahan diare
Di bawah ini adalah beberapa hal yang harus dilakukan untuk
mencegah agar anak-anak tidak terjangkit penyakit diare, hal-hal tersebut
adalah:
1)
Memberikan ASI
ASI turut memberikan perlindungan terhadap
terjadinya diare pada balita karena antibodi dan zat-zat lain yang terkandung
di dalamnya memberikan perlindungan secara imunologi.
2)
Memperbaiki makanan
pendamping ASI
Perilaku yang salah dalam pemberian makanan
pendamping ASI dapat menyebabkan resiko terjadinya diare sehingga dalam
pemberiannya harus memperhatikan waktu dan jenis makanan yang diberikan.
Pemberian makanan pendamping ASI sebaiknya dimulai dengan memberikan makanan
lunak ketika anak berumur 6 bulan dan dapat diteruskan pemberian ASI, setelah
anak berumur 9 bulan atau lebih, tambahkan macam makanan lain dan frekwensi
pemberikan makan lebih sering (4 kali sehari). Saat anak berumur 11 tahun
berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, frekwensi pemberiannya 4-6 kali
sehari.
3)
Menggunakan air bersih
yang cukup
Resiko untuk menderita diare dapat dikurangi
dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi
mulai dari sumbernya sampai penyimpanannya di rumah.
4)
Mencuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan
perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.
5)
Menggunakan jamban
Upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang
besar dalam penurunan resiko penularan diare karena penularan kuman penyebab
diare melalui tinja dapat dihindari.
6)
Membuang tinja bayi
dengan benar
Membuang tinja bayi ke dalam jamban sesegera
mungkin sehingga penularan kuman penyebab diare melalui tinja bayi dapat
dicegah.
7)
Memberikan imunisasi
campak
Anak yang sakit campak sering disertai diare
sehingga imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare yang lebih parah lagi
(Depkes, 2010).
2.2. Konsep Pengetahuan
2.2.1.
Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu
dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003).
2.2.2.
Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan (Notoatmodjo S, 2003), yaitu :
1)
Tahu (Know)
Tahu diartikan
sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke
dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu
yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.
Oleh sebab itu “tahu” merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata
kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
2)
Memahami
(Comprehension)
Memahami diartikan
sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus
dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
3)
Aplikasi
(Application).
Aplikasi diartikan
sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).
Aplikasi dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4)
Analisis (Analysis).
Analisis adalah suatu kemampuan untuk
menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di
dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain, kemampuan analisis dapat
dilihat penggunaan kata kerja dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan dan sebagainya.
5)
Sintesis (Synthesis).
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan suatu
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6)
Evaluasi (Evaluation).
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari
subjek penelitian atau responden.
2.2.3.
Cara memperoleh
pengetahuan
Dari berbagai macam cara yang telah digunakan
untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi
dua (Notoatmodjo S, 2005), yakni :
1)
Cara tradisional atau
non ilmiah
2) Cara coba salah (trial and
error)
Cara ini telah
dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya
peradaban. Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba
kemungkinan yang lain. Metode ini masih dipergunakan sampai sekarang terutama
oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui suatu cara tertentu dalam
memecahkan masalah yang dihadapi.
3)
Cara kekuasaan atau
otoritas
Prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat
yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas tanpa terlebih dahulu
menguji atau membuktikan kebenarannya. Baik berdasarkan fakta empiris ataupun
berdasarkan penalaran sendiri.
4)
Berdasarkan pengalaman
pribadi
Pengalaman adalah guru terbaik, maksudnya bahwa
pengalaman itu sumber pengetahuan dan pengalaman itu merupakan suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan.
5)
Melalui jalan pikiran
Berfikir induksi adalah pembuatan
kesimpulan-kesimpulan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang ditangkap oleh
indera. Kemudian disimpulkan kedalam suatu konsep yang memungkinkan seseorang
untuk memahami suatu gejala. Sedangkan berfikir deduksi adalah proses berpikir
berdasarkan pada pengetahuan yang umum mencapai pengetahuan yang khusus.
6)
Cara modern
Cara baru atau modern dalam
memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara
ini disebut “metode penelitian ilmiah”, atau lebih populer disebut metodologi
penelitian (research methodology).
2.2.4.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan
Ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang
baik langsung maupun tidak langsung diantaranya adalah:
1)
Umur
Semakin cukup umur tingkat pematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir, belajar, bekerja sehingga
pengetahuanpun akan bertambah. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang
lebih dewasa akan lebih dipercaya. (Nursalam & Siti Pariani, 2001).
2)
Pendidikan
Tingkat pendidikan yang terlalu rendah akan
sulit memahami pesan atau informasi yang disampaikan. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi sehingga banyak pula
pengetahuan yang dimiliki (Effendy N, 1998). Pendidikan dapat mempengaruhi
seseorang termasuk juga perilaku akan pola hidup terutama dalam memotivasi
untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. (Nursalam & Siti
Pariani, 2001). Menurut Kuncoroningrat (1997) yang dikutip oleh Nursalam dan
Siti Pariani (2001), makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah
menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki.
Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan seseorang
terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Tingkat pendidikan formal terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar
merupakan tingkat pendidikan yang melandasi tingkat pendidikan menengah, adapun
bentuk pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama
(SMP) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah adalah Sekolah
Menengah Atas (SMA) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi
merupakan lanjutan pendidikan menengah adapun bentuk pendidikan tinggi mencakup
program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis dan dokter yang
diselenggarakan oleh pendidikan tinggi (Standar Pendidikan Nasional, 2005).
3)
Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau
pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan oleh
karena pengalaman yang diperoleh dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi
pada masa lalu. (Notoatmodjo S, 2005).
2.3. Konsep Perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS)
2.3.1.
Pengertian
Perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan
atas dasar kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong
dirinya sendiri dalam hal kesehtan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan
kesehatan di masyarakat. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Rumah Tangga
adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar memahami dan mampu
melaksanakan Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta berperan aktif dalam
Gerakan Kesehatan di masyrakat.
2.3.2.
Komponen PHBS
Rumah tangga sehat adalah rumah tangga yang melakukan
komponen-komponen PHBS yang meliputi:
1)
Persalinan ditolong
oleh tenaga kesehatan
2)
Memberi bayi ASI
eksklusif
3)
Menimbang bayi dan
balita
4)
Menggunakan air bersih
5) Mencuci tangan dengan air
bersih dan sabun
6)
Menggunakan jamban sehat
7)
Memberantas jentik
nyamuk
8) Makan buah dan sayur setiap
hari
9)
Melakukan aktivitas
fisik setiap hari
10) Tidak merokok di dalam rumah
2.3.3.
Manfaat PHBS
1)
Bagi keluarga
a.
Menjadikan anggota keluarga lebih sehat dan tidak
mudah sakit
b. Anggota
keluarga lebih giat dalam bekerja
c.
Pengeluaran biaya rumah tangga dapat ditujukan untuk
memenuhi gizi keluarga, pendidikan dan modal usaha untuk menambah pendapatan
keluarga.
2)
Bagi masyarakat.
a.
Mampu mengupayakan lingkungan sehat.
b. Mampu
mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan.
c. Memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.
d. Mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber
Masyarakat (UKBM) seperti Posyandu, tabungan ibu bersalin (Tabulin), arisan jamban,
ambulan desa.
2.3.4.
Kriteria penilaian
PHBS
Rumah tangga termasuk kriteria sehat apabila
memenuhi nilai 10 (sepuluh) atau mempunyai perilaku positif pada setiap
komponen PHBS dan dikatakan tidak sehat apabila salah satu dari sepuluh
komponen PHBS ada yang nilai 0 (nol) atau perilaku negatif (Depkes RI,
2010).
2.4.
Kerangka Konsep
Kerangka
konseptual adalah hubungan antara konsep–konsep Yang ingin diamati atau diukur
melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo,2005). Kerangaka konseptual dalam
penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.1
|
|
||||
Gambar 2.1 : Kerangka konseptual
Keterangan Bagan:
|
1.
Pengetahuan
masyarakat tentang diare bertambah
2.
PHBS
menjadi lebih positif (masuk kriteria sehat)
3.
Kejadian
diare berkurang
4.
Derajat
kesehatan masyarakat meningkat
5.
Kwalitas
hidup masyarakat meningkat
2.5.
Hipotesis
H1 : 1. Ada
hubungan antara pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur,
Kecamatan Sumber Jadi, Kabupaten Sukolegowo.
2.
Ada
hubungan antara Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada
balita di Desa Sukomakmur, Kecamatan Sumber Jadi, Kabupaten Sukolegowo.
BAB III
METODE
PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu cara untuk memperoleh
kebenaran ilmu pengetahuan atau pemecahan masalah. Pada dasarnya menggunakan
metode ilmiah (Notoatmodjo, 2005). Pada bab ini akan diuraikan tentang : Waktu
dan tempat penelitian, Desain Penelitian, Kerangka Kerja, Populasi, Sampel dan
sampling, Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel, Instrumen Penelitian,
Pengumpulan Data, Pengolahan dan Analisa Data, Etika penelitian.
3.1.
Waktu dan
Tempat Penelitian
3.1.1.
Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan yang dimulai dari
perencanaan (penyusunan proposal) sampai dengan penyusunan laporan akhir yang
dilaksanakan sejak bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2011. Adapun pengumpulan
data primer dilakukan pada bulan Juni 2011.
3.1.2.
Tempat Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Sukomakmur,
Kecamatan Sumber Jadi, Kabupaten Sukolegowo, alasan mengambil tempat ini adalah
selama 3 (tiga) tahun terakhir yaitu tahun 2008, 2009 dan 2010 desa tersebut
terdapat kasus diare khususnya pada balita dengan jumlah relatif lebih banyak
dibanding desa yang lain di wilayah kerja Puskesmas Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo,
desa Sukomakmur pada tahun 2010 juga menjadi tempat dilaksanakan survey PHBS
dengan hasil 63% termasuk kriteria sehat dan 37% termasuk kriteria tidak sehat.
3.2.
Desain
Penelitian
Desain penelitian adalah hasil akhir dari suatu
tahap keputusan yang dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu
penelitian bisa diterapkan. Desain sangat erat dengan bagaimana kerangka konsep
penelitian sebagai petunjuk perencanaan penelitian secara rinci dalam hal
pengumpulan dan analisa data, (Nursalam, 2005).
|
Jenis penelitian ini menggunakan rancangan “ Cross Sectional “ yaitu suatu penelitian
untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek,
dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu
saat. Artinya setiap subjek penelitian hanya diobservasi satu kali saja
(Notoatmodjo, 2005).
3.3.
Kerangka Kerja
(Frame Work).
Kerangkan kerja adalah: pentahapan atau
langkah-langkah dalam aktifitas ilmiah yang dilakukan dalam melakukan penelitian
(kegiatan awal sampai akhir) (Nursalam, 2005). Kerangka kerja penelitian
tentang hubungan pengetahuan dan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare tertera pada gambar 3.1
Populasi
Semua ibu-ibu yang memiliki balita tercatat sebagai
penduduk Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo sebanyak 231 orang
Sampel
Sebagian ibu-ibu yang
memiliki balita tercatat sebagai penduduk Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi
Kabupaten Sukolegowo, sebanyak 76 orang
Sampling
Simple random
Sampling
Desain
Penelitian
cross sectional
Editing, Coding, Scoring, Tabulating, uji korelasi spearman’s rho dengan program SPSS 15
|
Gambar 3.1 Kerangka
kerja penelitian tentang hubungan pengetahuan
dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita.
3.4.
Populasi,
Sampel dan Sampling
3.4.1.
Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang
diteliti. (Notoatmodjo, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh ibu-ibu yang memiliki balita (berumur 1-5 tahun)
yang bertempat tinggal di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo,
sejumlah 231 responden.
3.4.2.
Sampel
Sampel
adalah sebagian kecil
yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi. (Notoatmodjo, 2005). Dalam penelitian ini sampel yang diteliti yaitu
sebagian dari ibu-ibu yang memiliki balita yang bertempat tinggal di Desa Sukomakmur
Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo, pada penelitian ini sampel yang
diteliti adalah yang sesuai dengan kriteria inklusi sejumlah 76 responden.
1)
Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah
karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau
yang akan diteliti (Nursalam, 2008). Adapun yang menjadi kriteria inklusi dalam
sampel penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Ibu-ibu yang memiliki balita bertempat tinggal dan tercatat sebagai penduduk Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo dan datang ke Posyandu.
- Dapat membaca dan menulis.
- Dapat berkomunikasi dengan baik.
- Bersedia menjadi responden.
2)
Besar sampel
Besar sampel adalah anggota yang akan dijadikan sampel (Nursalam, 2003). Rumus yang digunakan untuk
menentukan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus sample maksimal menurut Sastroasmoro Sudigdo (2002) dengan rumus sebagai berikut:
n =
Keterangan
:
n = Besar
sampel
N = Besarnya
populasi
Z = Nilai
standart normal untuk α = 0,05 adalah 1,96
p = Perkiraan
proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50 %
q = 1
- p atau sama dengan 100% - p
d = Tingkat kesalahan
yang dipilih 0,05
Ibu-ibu balita di desa Sukomakmur,
Kecamatan Sumber Jadi, Kabupaten Sukolegowo sebagai
populasi dalam penelitian ini berjumlah 231 orang
Sehingga sampel pada
penelitian ini ditetapkan sebesar 76 responden.
3.4.3.
Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi dari populasi yang ada. Teknik sampling merupakan
cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar
sesuai dengan keseluruhan setiap penelitian (Nursalam, 2005). Pada penelitian
ini teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak yaitu dengan menggunakan
teknik simple random sampling yaitu
bahwa setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama
untuk diseleksi sebagai sampel. Untuk mencapai sampel ini, setiap elemen
diseleksi secara acak (random). Nomor
responden ditulis pada secarik kertas, dimasukkan ke dalam kotak, diaduk dan
diambil secara acak sesuai besarnya sampel (Notoatmodjo S, 2005).
3.5.
Identifikasi dan Definisi
Operasional Variabel
3.5.1.
Variabel
1)
Variabel Independen
(Variabel bebas)
Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS).
2)
Variabel dependen
(Variabel Tergantung)
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian
diare pada balita.
3.5.2.
Definisi Operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan
variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati,
memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi dan pengukuran secara cermat
terhadap objek atau fenomena. (A.Aziz A.H, 2007). Adapun definisi operasional
variabel penelitian ini tertera pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Definisi Operasional variabel tentang hubungan pengetahuan dan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita.
No
|
Variabel
|
Definisi Operasional
|
Parameter
|
Alat ukur
|
Skala ukur
|
Kategori
|
1
a.
|
Independen
Pengetahuan
|
Kemampuan ibu yang mempunyai balita untuk menjawab
dengan benar terhadap 20 pertanyaan tentang penyakit diare
|
1.
Pengertian
diare
2.
Penyebab
diare
3.
Tanda-tanda
dan gejala diare
4. Cara
penyebaran atau penularan diare
5.
Cara
pencegahan diare
6. Cara
penanganan atau penatalaksanaan diare
|
Kuisioner
|
Ordinal
|
1.
Benar
= 1
2.
Salah
= 0
Dengan
Kriteria:
Baik
Jika benar 76 – 100%
Cukup jika
benar 56 – 76%
Kurang jika benar kurang dari 56 %
(Nursalam, 2003)
|
b
|
Perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS)
|
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) responden sesuai dengan kriteria program
PHBS yang telah dimodifikasi dan disesuaikan dengan masalah diare
|
1. Pemberian ASI esklusif
2. Balita
ditimbang dalam tiga bulan terakhir
3.
Cuci tangan dengan air bersih dan sabun
sebelum makan dan atau setelah buang air besar, dll,
4. Menggunakan
air bersih untuk keperluan rumah tangga sehari-hari
5.
Memiliki atau menggunakan jamban
6.
Air yang diminum selalu dimasak terlebih dahulu
7.
Jarak Sumber air dengan jamban 10 meter atau lebih
|
Kuisioner
|
Ordinal
|
1. Ya = 1
2. Tidak = 0
Dengan Kriteria:
Sehat jika jawaban ya = 100%
Tidak sehat jika ada salah satu jawaban tidak
(Depkes RI, 2010)
|
2
|
Dependen
Kejadian diare pada balita
|
Buang air besar cair yang dialami oleh balita yang
terpilih sebagai sampel dalam kurun waktu bulan Juli
2010 - Sekarang
|
1.
Buang air besar lebih dari 3-4 kali perhari
2.
Tinja berbentuk cair
3.
Dengan atau tanpa disertai lendir
|
Kuisioner
|
Nominal
|
1.
Tidak
Diare = 1
2.
Diare = 0
|
3.6.
Instrumen
Penelitian dan Pengumpulan Data
3.6.1.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yaitu suatu alat yang digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal
yang ia ketahui (Arikunto, 2006). Pada penelitian ini instrumen yang digunakan
untuk variabel pengetahuan dan kejadian diare adalah kuisioner untuk variabel Perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) kuisioner yang digunakan disesuaikan dengan
format PHBS dan diambil yang sesuai dengan masalah diare.
3.6.2.
Pengumpulan Data
Setelah mendapatkan ijin dari Direktur AKADEMI MELATI Bunga Jaya dan
Kepala Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo, peneliti mengadakan pendekatan pada ibu balita di
desa Sukomakmur, Kecamatan Sumber Jadi, Kabupaten Sukolegowo untuk mendapatkan
persetujuan sebagai responden penelitian.
3.7.
Pengolahan dan Analisa Data
3.7.1
Pengolahan Data
Analisa data merupakan bagian
yang sangat penting untuk mencapai tujuan, dimana tujuan pokok penelitian
adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam mengungkap fenomena (Nursalam,
2003).
1)
Coding.
Coding adalah mengklasifikasikan jawaban dari
responden menurut kriteria tertentu. Klasifikasi ukumnya ditandai dengan kode
tertentu yang biasanya berupa angka (Moh.Nasir, 2005). Pada penelitian ini pengkodean sebagai berikut:
a. Variabel pengetahuan
1. Jawaban benar diberi nilai 1
2. Jawaban salah diberi nilai 0
b. Variabel Perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS)
1. Jika jawaban ya diberi nilai 1
2. Jika jawaban tidak diberi nilai 0
c. Variabel kejadian diare
1. Jika tidak diare diberi nilai 1
2. Jika diare diberi nilai 0.
2)
Skoring
Scoring adalah penentuan jumlah skor bila ada
jawaban ya diberi skor 1 dan bila tidak diberi skor 0 (Moh.Nasir, 2005).
a.
Variabel pengetahuan
Keterangan :
n : Nilai yang didapat
SP : skore yang didapat
SM : skore yang maksimal
(Arikunto, 2006)
Setelah
persentase diketahui, menurut Nursalam (2005) kemudian hasilnya dikelompokkan
pada kriteria:
Pengetahuan baik bila
persentasenya 76-100%.
Pengetahuan cukup bila
persentasenya 56-76%
Pengetahuan kurang bila persentasenya < 56%.
b. Variabel Perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS)
Keterangan :
P : Persentase.
f : Nilai yang diperoleh.
n : Frekwensi total atau
keseluruhan
(Budiarto E, 2001 : 37).
Setelah persentase diketahui,
kemudian hasilnya dikelompokkan pada kriteria:
Kriteria sehat jika
persentase 100%
Kriteria tidak sehat jika
persentase < 100%
(Depkes, 2010)
3)
Tabulating
Tabulating adalah penyusunan data dalam bentuk tabel
(Moh.Nasir, 2005). Tabulasi adalah pengorganisasian data sedemikian rupa agar
dengan mudah dapat dijumlah, disusun, dan ditata untuk disajikan dan dianalisa.
Proses tabulasi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan metode tally, menggunakan kartu, dan
menggunakan komputer (Budiarto, 2002).
Dalam penelitian ini penyajian data dalam
bentuk tabel yang menggambarkan distribusi frekwensi responden berdasarkan
karakteristiknya dan tujuan penelitian.
3.7.2
Analisa
Data
1) Univariat
Analisa
data merupakan kegiatan setelah
data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul (Sugiono, 2006).
Besarnya angka hasil perhitungan atau pengukuran diperoleh
dengan cara dijumlahkan kemudian dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan
sehingga diperoleh persentase. Dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Analisa
data pengetahuan responden tentang penyakit diare menggunakan rumus :
Keterangan :
n : Nilai yang didapat
SP : skore yang didapat
SM : skore yang maksimal
(Arikunto, 2006)
Untuk
variabel pengetahuan responden tentang penyakit diare,
peneliti membagi pengetahuan menjadi 3, yaitu
pengetahuan yang baik jika responden mampu menjawab benar sebanyak 76% - 100%,
pengetahuan cukup jika responden mampu menjawab benar sebanyak 56 - 75 % dan
pengetahuan kurang jika responden mampu menjawab benar sebanyak < 56 %
(Nursalam, 2003)
Untuk Variabel
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kriteria sebagai berikut: Kriteria
sehat jika jawaban nilai yang didapat 100%, kriteria tidak sehat jika nilai
yang didapat kurang dari 100% (Depkes, 2010)
Sedangkan
variabel dependen kejadian diare dibagi dalam dua kategori yaitu jika tidak diare
diberi skor 1 dan jika diare diberi skor 0.
2) Bivariat
Untuk
mengetahui hubungan antara 2 variabel yaitu pengetahuan dengan kejadian diare
pada balita digunakan uji korelasi spearman’s rho, dengan signifikansi p = 0,05. Jika nilai p < 0,05 maka H0
ditolak dan H1 diterima yang artinya ada hubungan pengetahuan responden dengan
kejadian diare dan jika p > 0.05 maka
H0 diterima dan H1 ditolak yang artinya tidak ada hubungan antara
pengetahuan responden dengan kejadian diare pada balita.
Sedangkan
untuk mengetahui hubungan 2 variabel yaitu Perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) dengan kejadian diare pada balita digunakan uji korelasi spearman’s rho,
dengan signifikansi p = 0,05. Jika
nilai p < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya ada hubungan
antara Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) responden dengan kejadian diare
pada balita dan jika p > 0.05 maka H0
diterima dan H1 ditolak yang artinya tidak ada hubungan antara Perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS) responden dengan kejadian diare pada balita.
Uji
statistik yang digunakan untuk menganalisa data adalah uji statistik spearman’s
rho karena salah satu variabelnya ordinal. Uji statistik spearman’s rho
digunakan untuk menghitung atau menentukan tingkatan hubungan atau korelasi
antar dua variabel, penelitian ini menggunakan teknik komputerisasi SPSS 15
dengan kemaknaan ρ: 0,05
artinya signifikan (ρ)
dibawah atau sama dengan 0,05 maka H1 diterima dan H0 ditolak. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang nyata antara dua variabel yang diteliti.
3.8
Etika Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menekankan pada masalah etika yang meliputi:
3.8.1. Informed
consent
Subjek harus mendapatkan
informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian, mempunyai hak untuk bersedia
atau menolak menjadi responden. Pada informed concent juga perlu dicantumkan
untuk mengembangkan ilmu.
Lembar persetujuan menjadi responden
diedarkan sebelum riset dilakukan. Tujuannya agar subyek mengetahui maksud dan
tujuan riset. Serta mengetahui dampak yang akan terjadi selama dalam pengumpulan data. Jika subyek bersedia
diteliti maka peneliti harus menghormati hak-hak reponden.
3.8.2. Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan
identitas subyek, peneliti tidak akan mencantumkan identitas subyek pada lembar
pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh subyek. Lembar tersebut hanya
diberi nomer kode tertentu
3.8.3.
Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti. Hanya kelompok
data tertentu yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian.
3.9
Keterbatasan
Aziz Alimul (2002) menyebutkan
bahwa keterbatasan merupakan bagian riset keperawatan yang menjelaskan
keterbatasan dalam penulisan riset, dalam setiap penelitian pasti mempunyai
kelemahan-kelemahan yang ada, kelemahan tersebut ditulis dalam keterbatasan. Adapun keterbatasan yang ada dalam
penelitian meliputi :
3.9.1. Sampel dan jumlah sampel
Banyaknya jumlah Ibu-ibu yang memiliki anak balita yang tinggal di Desa Sukomakmur
Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo sehingga peneliti hanya mengambil sebagian
responden yang terpilih sebagai sampel penelitian yang sesuai dengan kriteria
inklusi penelitian ini.
3.9.2. Waktu
Waktu penelitian terbatas, sehingga hasil penelitian masih kurang sempurna dan kurang
memuaskan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Pada bagian ini
berisi hasil dari pengumpulan data yang telah dilaksanakan selama enam hari
mulai tanggal 13 Juni sampai dengan 18 Juni 2011, yang dilaksanakan di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi
Kabupaten Sukolegowo yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Sumber Jadi
Kabupaten Sukolegowo.
Penyajian data dimulai dari gambaran umum tempat penelitian dan data umum
tentang karakteristik responden meliputi 1) umur, 2) pendidikan 3) pekerjaan,
sedangkan data khusus meliputi 1) pengetahuan responden tentang penyakit diare
2) perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) 3) kejadian diare pada balita.
Untuk mengetahui signifikansi
atau hubungan antara variabel dilakukan uji statistik spearman’s rho dengan fasilitas komputer SPSS versi 15 dengan
tingkat kemaknaan ρ ≤ 0,05, ketentuan
terhadap penerimaan dan penolakan hipotesis apabila signifikansi ρ ≤ 0,05, maka H1 diterima dan H0 ditolak,
apabila ρ > 0,05 maka H1 ditolak dan H0 diterima. (Sugioyono dan Eri,
2006).
Pada bagian
berikut akan disampaikan hasil pembahasan terhadap penelitian guna menjawab
pertanyaan dalam masalah penelitian.
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Data umum
1)
Gambaran umum lokasi penelitian
|
2) Karakteristik responden menurut umur.
Distribusi frekwensi
responden menurut umur yang dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok dapat
dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Distribusi Frekwensi
Responden Menurut Umur di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo
Pada Bulan Juni 2011
Umur
|
Frekwensi
|
Persentase
|
< 20 Tahun
|
5
|
6,58
|
20 - 30 Tahun
|
57
|
75,00
|
31 – 40 Tahun
|
14
|
18,42
|
> 40 Tahun
|
0
|
0,00
|
Jumlah
|
76
|
100
|
Sumber : Data primer Juni 2011.
Bila dilihat dari
umur responden, Tabel 4.1 memberikan gambaran bahwa sebagian besar responden yaitu
sebanyak 57 orang (75,0%) berumur 20-30 tahun.
3) Karakteristik responden menurut tingkat pendidikan.
Distribusi frekwensi
responden menurut tingkat pendidikan yang dikelompokkan menjadi 4 (empat)
kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.2
Tabel 4.2 Distribusi Frekwensi
Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi
Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011
Tingkat Pendidikan
|
Frekwensi
|
Persentase
|
SD
|
11
|
14,47
|
SMP / SLTP
|
30
|
39,47
|
SMA / SLTA
|
34
|
44,74
|
AKADEMI / PT
|
1
|
1,32
|
Jumlah
|
76
|
100
|
Sumber : Data primer Juni 2011.
Bila dilihat dari
tingkat pendidikan, Tabel 4.2 memberikan gambaran bahwa tingkat pendidikan responden
hampir setengahnya yaitu sebanyak 34 orang (44,74%) adalah SMA/SLTA.
4) Karakteristik responden menurut jenis pekerjaan.
Distribusi frekwensi
responden menurut jenis pekerjaan yang dikelompokkan menjadi 5 (lima) kelompok
dapat dilihat pada Tabel 4.3
Tabel 4.3 Distribusi Frekwensi
Responden Menurut Pekerjaan di Desa Sukomakmur kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo
Pada Bulan Juni 2011
Pekerjaan
|
Frekwensi
|
Persentase
|
Swasta
|
21
|
27,63
|
Wr swasta
|
2
|
2,63
|
Pns/tni/polri
|
0
|
0,00
|
Buruh
|
27
|
35,53
|
Tdk bekerja
|
26
|
34,21
|
Jumlah
|
76
|
100
|
Sumber : Data primer Juni 2011.
Bila dilihat dari jenis pekerjaan responden, Tabel 4.3
memberikan gambaran bahwa pekerjaan responden hampir setengahnya yaitu sebanyak
27 orang (35,53%) bekerja sebagai buruh
4.1.2.
Data Khusus
1) Karakteristik responden menurut pengetahuan tentang diare
Distribusi frekwensi
responden menurut pengetahuan tentang diare dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.4
Tabel 4.4 Distribusi Frekwensi
Responden Menurut pengetahuan tentang diare di Desa Sukomakmur kecamatan Sumber
Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011
Pengetahuan
|
Frekwensi
|
Persentase
|
Baik
|
51
|
67,1
|
Cukup
|
24
|
31,6
|
Kurang
|
1
|
1,3
|
Jumlah
|
76
|
100
|
Sumber : Data primer Juni 2011.
Bila dilihat dari pengetahuan responden tentang diare, Tabel 4.4
memberikan gambaran bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 51 orang
(67,1%) berpengetahuan baik.
2)
Karakteristik responden menurut kriteria perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS)
Distribusi frekwensi
responden menurut kriteria PHBS dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok dapat
dilihat pada Tabel 4.5
Tabel 4.5 Distribusi Frekwensi
Responden Menurut kriteria perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Desa Sukomakmur
kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011
Kriteria PHBS
|
Frekwensi
|
Persentase
|
Sehat
|
44
|
57,89
|
Tidak sehat
|
32
|
42,11
|
Jumlah
|
76
|
100
|
Sumber : Data primer Juni 2011.
Bila dilihat dari kriteria perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) responden, Tabel 4.5 memberikan gambaran bahwa sebagian besar responden yaitu
sebanyak 44 responden (57,89%) termasuk kriteria sehat.
3)
Karakteristik responden menurut kejadian diare pada balita
Distribusi frekwensi responden menurut kejadian diare pada balita
dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.6
Tabel 4.6 Distribusi Frekwensi
Responden Menurut kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur kecamatan Sumber
Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011
Kejadian Diare
|
Frekwensi
|
Persentase
|
Tidak diare
|
51
|
67,11
|
Diare
|
25
|
32,89
|
Jumlah
|
76
|
100
|
Sumber: Data primer Juni 2011.
Bila dilihat dari kejadian diare pada balita, Tabel 4.6
memberikan gambaran bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 51 responden
(67,11%) tidak mengalami
kejadian diare pada balita.
4) Hubungan pengetahuan dengan Kejadian Diare Pada Balita.
Tabel 4.7 Hubungan pengetahuan dengan kejadian diare
pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada
Bulan Juni 2011
Pengetahuan Responden
|
Kejadian Diare Pada Balita
|
Total
|
||||
Tidak
|
%
|
Ya
|
%
|
Jumlah
|
%
|
|
Baik
|
49
|
64,47%
|
2
|
2,63%
|
51
|
67,10
|
Cukup
|
2
|
2,63%
|
22
|
28,95%
|
24
|
31,58
|
Kurang
|
0
|
0,00%
|
1
|
1,32%
|
1
|
1,32
|
Jumlah
|
51
|
67,10
|
25
|
32,90
|
76
|
100
|
uji spearman’s rho : p = 0,000
|
Sumber : Data primer Juni 2011.
Hasil uji spearman’s rho menunjukkan
bahwa nilai ρ = 0,000 < 0,05 artinya
terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian diare
pada balita. Dibuktikan pada Tabel 4.7
dari 76 responden sebagian besar responden yaitu sebanyak 49 responden (64,47%)
berpengetahuan baik dan balitanya tidak mengalami kejadian diare.
5) Hubungan Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan Kejadian Diare Pada Balita
Tabel 4.8 Hubungan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber
Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011
Kejadian Diare
|
Kriteria Phbs
|
Total
|
||||
Tidak Sehat
|
%
|
Sehat
|
%
|
Jumlah
|
%
|
|
Diare
|
25
|
32,89
|
0
|
0
|
25
|
32,89
|
Tidak diare
|
7
|
9,21
|
44
|
57,89
|
51
|
67,11
|
Total
|
32
|
42,11
|
44
|
57,89
|
76
|
100
|
uji spearman’s rho : p = 0,000
|
Sumber : Data
primer Juni 2011.
Hasil uji spearman’s rho menunjukkan bahwa nilai ρ =
0,000 < 0,05, artinya terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita. Dibuktikan bahwa
pada Tabel 4.8 dari 76 responden sebagian besar responden yaitu sebanyak 44
responden (57,89%) termasuk kriteria sehat dan balitanya tidak mengalami
kejadian diare.
4.2.
Pembahasan
4.2.1. Pengetahuan responden tentang penyakit
diare di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.
Dari analisis data
tentang pengetahuan responden terhadap penyakit diare dapat diketahui bahwa
sebagian besar responden yaitu sebanyak 51
responden (67,1%) berpengetahuan baik, hampir setengahnya yaitu 24 responden
(31,6%) berpengetahuan cukup dan sebagian kecil yaitu sebanyak 1 responden
(1,3%) berpengetahuan kurang.
Pengetahuan yang
baik dapat dipengaruhi dari tingkat pendidikan responden yang sebagian besar
adalah SMA/SLTA. Pendidikan responden merupakan salah satu faktor yang penting
dalam meningkatkan pengetahuan karena dengan pendidikan yang baik maka
responden dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara
pencegahan penyakit diare yang baik. Ini sesuai dengan pendapat Y.B. Mantra
(2006) makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah juga orang itu menerima
informasi, baik dari media massa maupun dari orang lain.
Usia responden
antara 20-30 tahun yang merupakan usia dewasa dimana pada usia ini dimungkinkan
lebih banyak berkumpul dan menyerap pengetahuan dari lingkungan dimana
responden berinteraksi dengan lingkungan.
Semakin dewasa
umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam
berfikir (Huckluc, 1998 & dikutip Nursalam, 2005).
4.2.2. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di
Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.
Dari data analisis
tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) responden dapat diketehui bahwa
sebagian besar responden yaitu sebanyak 44 responden (57,89%) termasuk kriteria
sehat dan hampir setengahnya yaitu sebanyak 32 responden (42,11%) termasuk kriteria
tidak sehat.
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
merupakan modal utama untuk pencegahan penyakit diare oleh karena itu sangat
penting artinya bagi masyarakat untuk mengenal cara-cara mencegah penyakit
diare sehingga tidak terjadi keparahan karena penyakit ini. Belum maksimalnya perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi
Kabupaten Sukolegowo hal ini dapat dipengaruhi oleh masih beragamnya tingkat
pendidikan responden, tingkat pendidikan yang rendah akan lebih sulit untuk
menerima suatu informasi dibanding dengan yang berpendidikan lebih tinggi. Y.B.
Mantra (1994) menyebutkan bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah
juga orang itu menerima informasi, baik dari media massa maupun dari orang
lain. Hal ini sesuai degan apa yang disampaikan oleh Notoatmodjo (2007) bahwa
perilaku yang didasari oleh suatu pengetahuan yang baik akan berlangsung lebih
langgeng dan menghasilkan hal yang lebih baik daripada perilaku yang tidak
didasari oleh suatu pengetahuan
Jenis pekerjaan responden yang hampir setengahnya
adalah buruh dan tidak bekerja, sehingga kurang bisa saling berinteraksi satu
sama lain untuk saling bertukar informasi tentang masalah-masalah kesehatan
sehingga program PHBS belum sepenuhnya bisa diterima oleh seluruh lapisan
Masyarakat. Menurut Sunaryo (2004) disebutkan bahwa pengalaman langsung yang
dialami individu terhadap obyek sikap berpengaruh terhadap sikap individu
terhadap obyek sikap tersebut. Selain itu informasi yang diterima individu akan
dapat menyebabkan perubahan sikap pada diri individu tersebut. Azwar (2003)
menyebutkan bahwa sikap terdiri dari tiga komponen yaitu kognitif, afektif dan
konatif. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan
kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Orang lain dan budaya juga merupakan
faktor pembentukkan sikap seseorang.
4.2.3.
Kejadian
diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.
Dari data
analisis tentang kejadian diare pada balita dapat diketehui bahwa sebagian
besar responden yaitu sebanyak 51 responden (67,11%) balitanya tidak mengalami kejadian diare dan hampir
setengahnya yaitu sebanyak 25 responden (32,89%) balitanya mengalami kejadian diare.
Berdasarkan
hasil kuisioner tentang kepemilikan jamban dari 76 responden hampir setengahnya
yaitu sebanyak 21 responden (27,6%) tidak memiliki atau tidak menggunakan
jamban dan dari kuisioner tentang jarak sumber air dengan jamban hampir
setengahnya yaitu sebanyak 23 responden (29,3%) jarak kurang dari 10 meter.
Penyakit diare adalah penyakit yang bisa menyerang siapa saja dan
merupakan penyakit menular sehingga siapapun beresiko untuk terkena penyakit
diare apalagi bila tidak ditunjang dengan perilaku dan lingkungan sanitasi yang
sehat, jarak antara sumber air dan jamban yang terlalu dekat bisa menyebabkan
pencemaran pada sumber air oleh bakteri escherichia
coli yang merupakan bakteri penyebab diare.
Menurut Depkes RI (2006) sumber air minum yang tercemar mempunyai peranan dalam penyebaran beberapa
penyakit menular termasuk penyakit diare karena sumber air minum merupakan
salah satu sarana sanitasi yang berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan
melalui jalur fekal oral, kuman dapat ditularkan dengan masuk ke dalam mulut melalui perantara cairan atau
benda yang tercemar dengan tinja.
4.2.4. Hubungan pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di
Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.
Dari analisis data tentang hubungan pengetahuan
dengan kejadian diare pada
balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden yaitu sebanyak 49 responden (64,47%) berpengetahuan baik dan
balitanya tidak mengalami kejadian diare, hampir setengahnya responden yaitu
sebanyak 22 responden (28,95%) berpengetahuan cukup dan balitanya mengalami
kejadian diare, sebagian kecil responden yaitu sebanyak 2 responden (2,63%)
berpengetahuan baik dan balitanya mengalami kejadian diare, sebagian kecil
responden yaitu sebanyak 2 responden (2,63%) berpengetahuan cukup dan balitanya
tidak mengalami kejadian diare dan sebagian kecil responden yaitu sebanyak 1
responden (1,32%) berpengetahuan kurang dan balitanya mengalami kejadian diare,
nilai uji spearman’s rho : p = 0,000 hasil uji statistik menunjukkan nilai p = 0,000
< 0,05 sehingga H1 diterima yang artinya terdapat hubungan yang bermakna
antara pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur
Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.
Pengetahuan akan sangat menunjang terhadap
pemahaman seseorang tentang suatu penyakit termasuk pengetahuan ibu tentang
penyakit diare akan sangat membantu dalam mencegah terjadinya penyakit diare
pada balita, pengetahuan yang baik akan menunjang perilaku yang baik demikian
sebaliknya pengetahuan yang kurang akan menyebabkan perilaku yang negatif atau
perilaku yang tidak mendukung terhadap upaya kesehatan. Keberhasilan dalam
pencegahan dan penanggulangan penyakit diare di masyarakat merupakan hasil yang
dicapai dengan adanya pengetahuan yang baik yang diwujudkan dengan
kegiatan/program upaya pencegahan dari penyakit tersebut. Hal ini sesuai degan
apa yang disampaikan oleh Notoatmodjo (2007) bahwa perilaku yang didasari oleh
suatu pengetahuan yang baik akan berlangsung lebih langgeng dan menghasilkan
hal yang lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh suatu
pengetahuan.
4.2.5. Hubungan
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi
Kabupaten Sukolegowo.
Dari analisis data tentang hubungan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber
Jadi Kabupaten Sukolegowo dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu
sebanyak 44 responden (57,89%) termasuk kriteria sehat dan balitanya tidak mengalami
kejadian diare, hampir setengahnya responden yaitu sebanyak 25 responden
(32,89%) termasuk kreteria tidak sehat dan balitanya mengalami kejadian diare
dan sebagian kecil responden yaitu sebanyak 7 responden (9,21%) termasuk
kriteria tidak sehat dan balitanya tidak mengalami kejadian diare serta tidak
satupun responden yang termasuk kreteria sehat dan balitanya mengalami kejadian
diare.
Perilaku seseorang di bidang kesehatan akan
berdampak pada kesehatannya. Semakin baik perilaku seseorang maka akan semakin
kecil resiko seseorang untuk terkena penyakit, demikian sebaliknya perilaku
yang buruk akan semakin memperbesar seseorang untuk terkena penyakit. Masyarakat
yang termasuk kriteria tidak sehat dapat dimungkinkan menjadi salah satu
penyebab masih adanya kasus penyakit diare pada balita di desa Sukomakmur
Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo, menurut Depkes RI (2010) disebutkan
bahwa Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang
dilakukan atas dasar kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat
menolong dirinya sendiri dalam hal kesehatan dan berperan aktif dalam
kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat disebutkan juga bahwa diare adalah
salah satu penyakit yang berbasis lingkungan yang juga dipengaruhi oleh faktor
perilaku masyarakat di bidang kesehatan, perilaku yang positif akan mengurangi
tingkat resiko terkena penyakit diare dan sebaliknya perilaku yang negatif akan
semakin memperbesar resiko seseorang terkena penyakit.
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
juga bisa mencerminkan peran serta masyarakat dalam menjaga kondisi lingkungan
suatu tempat agar tetap bersih dan sehat, menurut Perkin (1938) yang dikutip
oleh Azwar (2003) menyatakan bahwa sehat atau tidaknya seseorang tergantung
dari adanya keseimbangan yang relatif dari suatu bentuk dan fungsi tubuh yang
terjadi sebagai hasil dari kemampuan penyesuaian diri yang dinamis terhadap
berbagai tenaga atau kekuatan yang umumnya bersumber dari lingkungannya sehingga
timbul adanya penyakit yang menyebabkan sakit atau tidaknya seseorang
tergantung ada tidaknya suatu proses yang dinamis dan merupakan hubungan yang
timbal balik.
Terciptanya lingkungan yang cukup dan dinamis
dapat menunjang kehidupan dan kesehatannya yang pada saat ini telah banyak
dilaksanakan manusia dengan program pencegahan. Upaya pencegahan penyakit diare
karena pengaruh lingkungan dapat dilaksanakan dengan program kesehatan dan
membuat kondisi lingkungan yang sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan
kesehatan dimasyarakat tersebut. Sebagaimana dikemukakan oleh C. Roy dalam
teori adaptasinya dinyatakan bahwa semua kondisi lingkungan yang mempengaruhi dan berakibat
terhadap perkembangan perilaku seseorang, dengan lingkungan yang baik akan
membantu masyarakat dalam mengurangi resiko akibat dari lingkungan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada
bab ini akan disajikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian “hubungan
pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare
pada balita”
5.1
Kesimpulan
1) Pengetahuan responden tentang diare di desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi
Kabupaten Sukolegowo sebagian besar adalah baik.
2) Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) responden
di desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo sebagian besar adalah
sehat.
3) Kejadian diare pada balita di desa Sukomakmur
Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo sebagian besar adalah tidak terjadi.
4) Ada hubungan antara pengetahuan dengan
kejadian diare pada balita di desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.
5) Ada hubungan antara perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita di desa Sukomakmur Kecamatan
Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.
5.2
Saran
1) Bagi
profesi keperawatan
Terwujudnya suatu asuhan keperawatan komunitas
yang paripurna dibutuhkan keterampilan dan pengetahuan yang baik dari perawat
itu sendiri. Hubungan antara pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) dengan kejadian diare pada balita harus menjadi perhatian dari profesi
keperawatan komunitas dalam melaksanakan asuhan keperawatan di masyarakat,
sehingga asuhan keperawatan komunitas dapat mencapai tujuan yang diharapkan
oleh semua pihak.
2)
Bagi Instansi terkait
|
Program
Perawatan Kesehatan Masyarakat harus lebih digiatkan lagi dengan melibatkan seluruh
unsur tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas serta melibatkan Kader Kesehatan
Desa sehingga Program Kesehatan yang dilaksanakan di Masyarakat bisa lebih
mengenai sasaran dan sesuai dengan tujuan yaitu meningkatkan derajat kesehatan
Masyarakat.
Program Perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) perlu untuk lebih dikenalkan di masyarakat terutama tentang kreteria
jamban keluarga yang sehat sehingga pemahaman dan kesadaran masyarakat akan
kesehatan akan semakin baik.
3) Bagi Masyarakat
Pengetahuan dan perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS) responden yang termasuk kriteria baik perlu untuk
dipertahankan dan berperan aktif dalam upaya pencegahan dan penanggulangan
penyakit diare sedangkan yang pengetahuan termasuk kategori cukup dan kurang
perlu untuk menambah pengetahuan dan dapat mengetahui permasalahan yang
ditimbulkan oleh penyakit diare. Bagi responden yang perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS) termasuk kriteria tidak sehat diharapkan supaya berperilaku lebih
positif dengan melakukan kebersihan lingkungan, tidak buang air besar di
kali/saluran air tetapi buang air besar pada jamban/WC, mengusahakan jarak
WC/Jamban dengan sumber air/sumur 10 meter atau lebih. sehingga bisa
menghindari resiko terhadap suatu penyakit khususnya penyakit yang berdampak
lingkungan termasuk penyakit diare.
4)
Bagi Peneliti
Perlu untuk menambah dan
meningkatkan kemampuan dan pengetahuan terutama tentang penyakit diare serta
perlu memperbaiki dan melakukan penelitian lebih lanjut agar lebih sempurna.
Langganan:
Postingan (Atom)